Ketahanan pangan menjadi isu penting di Indonesia, terutama di tengah perubahan iklim dan tantangan distribusi pangan. Keanekaragaman sumber daya pangan lokal di Nusantara dianggap sebagai kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Sebagai wadah untuk membahas berbagai solusi strategis, termasuk ketahanan pangan, IDEAFEST 2024 mengangkat tema “i” sebagai bentuk representasi kontribusi individu dari berbagai generasi dalam memperkuat kecerdasan kolektif. Salah satu sesi diskusi, “Di Balik Dapur Makan Siang Bergizi: Dari Ladang Hingga ke Piring,” menyoroti pentingnya konsumsi pangan yang lebih sehat di kalangan masyarakat, terutama generasi muda, dalam menyongsong bonus demografi pada 2045. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana diversifikasi pangan bisa diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia tanpa mengorbankan kekayaan sumber daya lokal.
Dalam sesi diskusi ini, Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) serta pegiat pangan lokal berbagi pandangan tentang pentingnya memperkuat ketahanan pangan melalui pemanfaatan sumber pangan yang beragam di tiap daerah. Ahmad Arif dari Nusantara Food Biodiversity menyoroti bahwa potensi pangan unik dari setiap daerah di Indonesia perlu dioptimalkan agar ketergantungan pada beras tidak terlalu dominan. Desentralisasi sistem pangan dipandang sebagai solusi untuk menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus memperkuat perekonomian lokal.
Tidak hanya berbicara tentang potensi pangan lokal, sesi ini juga mengangkat kisah-kisah inspiratif dari daerah-daerah terpencil yang berhasil memberdayakan masyarakat melalui praktik pertanian yang berkelanjutan. Ismu Widjaya, seorang pengusaha restoran dari Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menekankan pentingnya kemitraan dengan petani dan nelayan lokal. Ia berhasil meningkatkan taraf hidup komunitas lokal melalui harga yang adil dan pengolahan pangan yang mengedepankan kualitas serta cerita di balik setiap hidangan. Dari sini, terlihat bahwa keterlibatan masyarakat lokal dalam sistem pangan bukan hanya soal bisnis, melainkan juga menjaga identitas dan warisan budaya.
Cindy Wangko dari Yayasan Dahetok Milah Lestari Papua Selatan berbagi tentang pengalaman komunitas Marind Anim di Merauke yang secara tradisional mengandalkan alam untuk kebutuhan pangan mereka. Namun, perubahan pola konsumsi akibat program transmigrasi perlahan mengikis ketahanan pangan lokal mereka. Ke depan, Cindy berharap lebih banyak kolaborasi antara masyarakat adat, pemerintah, dan organisasi sipil dapat memastikan ketahanan pangan lokal tetap terjaga.
Melalui diskusi ini, menjadi jelas bahwa upaya peningkatan ketahanan pangan tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor, mulai dari pemerintah, masyarakat lokal, hingga pihak swasta, untuk menciptakan sistem pangan yang berkelanjutan dan inklusif. LTKL, sebagai salah satu inisiator penting dalam gerakan ini, telah berhasil mengangkat isu-isu tersebut ke panggung IDEAFEST, memperlihatkan bagaimana langkah-langkah kecil yang diambil dari tingkat lokal dapat berdampak besar pada kesejahteraan nasional.
Acara ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan sumber daya alam. Diversifikasi pangan lokal tidak hanya menawarkan solusi untuk ketahanan pangan, tetapi juga menjadi alat untuk memberdayakan komunitas lokal. Generasi mendatang membutuhkan pola konsumsi yang lebih sehat dan lebih beragam, dan langkah-langkah yang diambil saat ini diharapkan dapat membentuk masa depan yang lebih cerah untuk Indonesia.
Penulis: Agil Asmoaji
Editor: Tyas Sastradipradja